* Artikel ini adalah hasil kolaborasi antara Kantor Hukum Surabaya Law Firm dengan Aliansi Paralegal Indonesia, Jakarta Selatan
I. Kronologi Fakta
Kasus beras oplosan premium pertama kali terungkap melalui investigasi Kementerian Pertanian (Kementan) pada Juli 2025, di bawah kepemimpinan Menteri Andi Amran Sulaiman. Temuan ini bermula dari laporan anomali harga di pasar: harga gabah di tingkat petani menurun, sementara harga beras di tingkat konsumen meningkat tajam, meskipun data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat surplus produksi beras sebesar 3 juta ton. Ketidaksesuaian ini memicu kecurigaan adanya praktik manipulasi pasar.
Kementan, bekerja sama dengan Satgas Pangan dan Kejaksaan Agung, melakukan inspeksi di 10 provinsi penghasil beras terbesar di Indonesia. Hasilnya, dari 268 sampel beras yang diuji, 212 merek tidak memenuhi standar mutu dan/atau berat kemasan yang ditetapkan. Beberapa produk yang dijual dengan label “premium” ternyata merupakan beras curah atau campuran beras berkualitas rendah, menyesatkan konsumen. Media seperti CNN Indonesia, Bloomberg Technoz, dan Tempo melaporkan bahwa kerugian konsumen akibat praktik ini diperkirakan mencapai Rp99,35 triliun per tahun. Kasus ini kemudian dilimpahkan ke Polri dan Kejaksaan Agung untuk penegakan hukum lebih lanjut.

II. Kajian Hukum
Kasus ini melibatkan pelanggaran terhadap sejumlah peraturan perundang-undangan di Indonesia, terutama yang berkaitan dengan perlindungan konsumen, standar pangan, dan perdagangan. Berikut adalah analisis hukum beserta dasar hukumnya:
a. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
- Pasal 8, yang berbunyi,
“Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Praktik penjualan beras oplosan dengan label premium jelas melanggar pasal ini karena produk tidak sesuai dengan standar mutu yang dijanjikan kepada konsumen. - Pasal 62, yang berbunyi,
“Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).”
Pelaku usaha yang terbukti bersalah dapat dikenakan sanksi pidana berupa penjara atau denda signifikan.
b. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan
- Pasal 75, yang berbunyi
“Setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan bahan tambahan pangan yang melebihi batas maksimum yang ditetapkan.”
Jika terbukti ada campuran bahan yang tidak sesuai standar pangan dalam beras oplosan, pasal ini dapat diterapkan. - Pasal 89, yang berbunyi
“Setiap Orang dilarang memperdagangkan Pangan yang tidak sesuai dengan Keamanan Pangan dan Mutu Pangan yang tercantum dalam label Kemasan Pangan.”
Praktik ini tidak hanya melanggar hukum perlindungan konsumen dan pangan, tetapi juga berpotensi mengganggu stabilitas ekonomi dan kepercayaan pasar.
- Pasal 140, yang berbunyi
“Setiap Orang yang dengan sengaja memperdagangkan Pangan yang tidak sesuai dengan Keamanan Pangan dan Mutu Pangan yang tercantum dalam label Kemasan Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).”
Beras oplosan yang tidak memenuhi standar mutu pangan berpotensi melanggar pasal ini, dengan ancaman sanksi yang berat.

III. Kesimpulan
Kasus beras oplosan premium merupakan pelanggaran serius terhadap hukum perlindungan konsumen dan standar pangan di Indonesia.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, pelaku usaha yang terlibat dapat dikenakan sanksi pidana penjara hingga 5 tahun dan denda hingga Rp2 miliar.
Investigasi yang dilakukan oleh Kementan, Satgas Pangan, dan aparat penegak hukum menunjukkan komitmen prosedural, namun keberhasilan penegakan hukum bergantung pada pembuktian niat dan dampak kerugian. Kasus ini juga menyoroti perlunya pengawasan yang lebih ketat di sektor pangan.
IV. Saran
Untuk menangani dan mencegah kasus serupa di masa depan, berikut rekomendasi yang dapat diambil:
- Penguatan Pengawasan. Tingkatkan inspeksi rutin dan pengujian laboratorium terhadap produk beras di pasar untuk memastikan kepatuhan terhadap standar mutu.
- Edukasi Konsumen. Luncurkan kampanye publik untuk mengedukasi masyarakat tentang cara mengenali beras premium asli dan melaporkan produk mencurigakan.
- Penegakan Hukum Tegas. Kejar dan berikan sanksi maksimal terhadap pelaku yang terbukti bersalah, termasuk pencabutan izin usaha, untuk memberikan efek jera.
- Regulasi Pasar. Terapkan aturan yang lebih ketat mengenai pelabelan dan sertifikasi kualitas beras guna menjaga keadilan dan transparansi di pasar.
Langkah-langkah ini diharapkan dapat melindungi hak konsumen, menjaga standar pangan, dan mencegah kerugian ekonomi yang lebih luas.
Sumber Berita
- Mentan Ungkap Kronologi Penemuan Beras Oplosan – CNN Indonesia
- Kronologi Temuan Beras Oplosan Seret Ratusan Merek – Bloomberg Technoz
- Titik Awal Kasus Beras Oplosan – Tempo