Pendahuluan
Pertanyaan mengenai apakah ada aturan yang melarang seseorang duduk atau berdiri di luar teras ruko orang lain di Indonesia perlu dianalisis berdasarkan hukum perdata dan pidana yang berlaku. Kasus ini melibatkan dua skenario: penggunaan area yang merupakan jalan umum atau area terbuka tanpa sertifikat, serta penggunaan pekarangan tertutup yang termasuk dalam sertifikat kepemilikan. Opini ini akan memberikan analisis terstruktur berdasarkan ketentuan hukum yang relevan, termasuk Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA).

Analisis Hukum
- Penggunaan Area yang Merupakan Jalan Umum atau Area Terbuka Tanpa Sertifikat
- Status Hukum Area: Jika teras ruko yang diduduki atau digunakan untuk berdiri merupakan bagian dari jalan umum atau area terbuka yang tidak masuk dalam sertifikat kepemilikan individu, maka area tersebut dianggap sebagai wilayah publik. Jalan umum adalah wilayah yang dapat digunakan oleh masyarakat secara bebas untuk lalu lintas, termasuk aktivitas seperti duduk atau berdiri, selama tidak mengganggu kepentingan umum.
- Ketiadaan Aturan Larangan Spesifik: Tidak ada undang-undang nasional yang secara eksplisit melarang seseorang duduk atau berdiri di area tersebut, selama aktivitas tersebut tidak melanggar ketertiban umum. Oleh karena itu, dalam konteks ini, tindakan tersebut diperbolehkan hukum selama tidak ada keluhan atau larangan dari pihak berwenang.
- Kesimpulan Skenario 1: Tidak ada larangan hukum untuk duduk atau berdiri di teras ruko jika area tersebut adalah jalan umum atau tidak termasuk dalam sertifikat kepemilikan, asalkan tidak mengganggu kepentingan publik.
- Penggunaan Pekarangan Tertutup yang Termasuk dalam Sertifikat Kepemilikan
- Hak Atas Tanah dan Pekarangan: Berdasarkan Pasal 20 UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang berbunyi, “Hak milik adalah hak turun-menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah”, pemilik tanah memiliki hak untuk menggunakan dan memanfaatkan tanahnya, termasuk pekarangan atau teras yang tercatat dalam sertifikat kepemilikan. Jika teras ruko termasuk dalam batas tanah yang dimiliki oleh pemilik ruko dan ditandai sebagai pekarangan tertutup, maka masuk ke area tersebut tanpa izin dapat dianggap melanggar hak milik.
- Dasar Pidana: Pasal 167 ayat (1) KUHP mengatur bahwa “Barang siapa memaksa masuk ke dalam rumah, ruangan, atau pekarangan tertutup yang dipakai orang lain dengan melawan hukum atau berada di situ dengan melawan hukum, dan atas permintaan yang berwenang atau suruhannya tidak pergi dengan segera, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan.” Dalam konteks ini, jika seseorang duduk atau berdiri di pekarangan tertutup (termasuk teras) milik orang lain tanpa izin, dan setelah diusir oleh pemilik tetap tidak pergi atau mengulangi tindakan tersebut, maka tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum pidana.
- Prosedur Pengusiran dan Pelaporan: Pemilik ruko berhak meminta orang tersebut pergi dengan cara yang sah (misalnya, secara lisan atau tertulis). Jika permintaan tersebut diabaikan, pemilik dapat melaporkan kejadian tersebut ke kepolisian dengan mengajukan pengaduan berdasarkan Pasal 167 ayat (1) KUHP, didukung oleh bukti seperti saksi atau rekaman. Polisi kemudian dapat melakukan penyelidikan dan, jika terbukti, mengenakan sanksi pidana berupa penjara maksimal sembilan bulan.
- Aspek Perdata: Selain aspek pidana, pemilik ruko juga dapat mengajukan gugatan perdata berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata jika tindakan tersebut menyebabkan kerugian, seperti kerusakan properti atau gangguan kenyamanan, dengan tuntutan ganti rugi.
- Pembedaan Konteks dan Implikasi Hukum
- Jika area teras adalah bagian dari jalan umum atau area terbuka tanpa sertifikat, tidak ada dasar hukum untuk melarang duduk atau berdiri, kecuali ada peraturan daerah (Perda) setempat yang mengatur penggunaan ruang publik, seperti Perda tentang Ketertiban Umum di kota tertentu.
- Jika area teras termasuk pekarangan tertutup dengan sertifikat kepemilikan, masuk atau berada di sana tanpa izin setelah diusir merupakan pelanggaran hukum yang dapat diproses baik secara pidana (Pasal 167 KUHP) maupun perdata (Pasal 1365 KUH Perdata).

Kesimpulan
Tidak ada undang-undang nasional yang secara spesifik melarang duduk atau berdiri di luar teras ruko orang lain, kecuali jika teras tersebut merupakan bagian dari jalan umum atau area terbuka yang tidak masuk sertifikat kepemilikan, di mana tindakan tersebut diperbolehkan selama tidak mengganggu kepentingan umum. Namun, jika teras termasuk dalam pekarangan tertutup yang tercatat dalam sertifikat kepemilikan orang lain dan seseorang tetap duduk atau berdiri di sana meskipun telah diusir, tindakan tersebut dapat dilaporkan ke polisi sebagai pelanggaran Pasal 167 ayat (1) KUHP, dengan ancaman pidana penjara maksimal sembilan bulan. Oleh karena itu, penghormatan terhadap hak milik dan koordinasi dengan pemilik ruko sangat diperlukan untuk menghindari sengketa hukum.