Simulasi Penyelamatan Tetangga yang Mengalami Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

  • Updated
  • Posted in Opini Hukum
  • 6 mins read

* Artikel ini adalah hasil kolaborasi antara Kantor Hukum Surabaya Law Firm dengan Organisasi Hukum Aliansi Paralegal Indonesia, Jakarta Pusat.

  1. PENDAHULUAN

KDRT adalah setiap perbuatan terhadap seseorang, terutama perempuan, yang mengakibatkan kesengsaraan atau penderitaan fisik, seksual, psikis, dan/atau penelantaran rumah tangga, termasuk ancaman, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (Pasal 1 angka 1 UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga). Simulasi ini dirancang untuk memberikan langkah-langkah praktis yang dapat kita lakukan sebagai tetangga, sekaligus mematuhi kewajiban hukum untuk melindungi korban.

Langkah-langkah Penyelamatan

1. Identifikasi Tanda-tanda KDRT
  • Tujuan: Mengetahui apakah tetangga kita mengalami KDRT.

Cara:

  • Perhatikan tanda-tanda seperti suara jeritan, luka fisik (misalnya memar), perilaku ketakutan, atau perubahan mendadak dalam interaksi sosial.
  • Contoh kasus dalam Putusan Nomor 722/PID.SUS/2018/PT SBY: Korban (Rittatul Hasanah) mengalami luka lebam pada tangan kiri akibat gigitan dan dorongan oleh suaminya, yang terdeteksi setelah korban melapor.

Dasar Hukum:

  • Pasal 5 UU PKDRT:
    “Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara:
    a. kekerasan fisik;
    b. kekerasan psikis;
    c. kekerasan seksual; atau
    d. penelantaran rumah tangga.”
  • Pasal 6 UU PKDRT:
    “Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.”
hukum kdrt

2. Pendekatan dan Komunikasi dengan Korban
  • Tujuan: Membuka komunikasi dengan korban secara aman dan sensitif.

Cara:

  • Dekati korban dengan hati-hati, misalnya dengan bertanya, “Saya dengar suara keras tadi malam, apa kamu baik-baik saja?” Jangan memaksa jika korban belum siap bicara.
  • Dengarkan dengan empati tanpa menghakimi atau menyalahkan korban.

Contoh Kasus: Dalam putusan tersebut, korban menceritakan kejadian kepada tetangga (Ina Sofiatul Laili dan Jatimah) sebelum melapor ke polisi, menunjukkan pentingnya komunikasi awal dengan orang terdekat.

Dasar Hukum:

  • Ini merupakan langkah awal untuk memenuhi Pasal 15 UU PKDRT, yang mewajibkan setiap orang yang mengetahui KDRT untuk memberikan perlindungan. Bunyi dari Pasal 15 UU PKDRT yaitu : 

“Setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah tangga wajib melakukan upaya-upaya sesuai dengan batas kemampuannya untuk:

a. mencegah berlangsungnya tindak pidana;

b. memberikan perlindungan kepada korban;

c. memberikan pertolongan darurat; dan

d. membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan.”

3. Memberikan Dukungan Emosional
  • Tujuan: Membantu korban merasa aman dan didukung secara psikologis.

Cara:

  • Katakan, “Kamu tidak sendiri, saya ada di sini untuk membantu,” untuk memberikan rasa aman.
  • Hindari komentar yang dapat memperburuk trauma, seperti “Kenapa kamu tidak melawan?”

Dasar Hukum:

  • Pasal 10 huruf a UU PKDRT:
    “Korban berhak mendapatkan perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan.”

4. Melaporkan kepada Pihak Berwenang
  • Tujuan: Memastikan kasus KDRT ditangani secara hukum.

Cara:

  • Laporkan kejadian ke polisi setempat atau hubungi lembaga sosial seperti P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak).
  • Dalam Putusan Nomor 722/PID.SUS/2018/PT SBY, korban melapor ke Polres Situbondo setelah mendapat dukungan dari tetangga.

Dasar Hukum:

  • Pasal 15 UU PKDRT:
    “Setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah tangga wajib melakukan upaya-upaya sesuai dengan batas kemampuannya untuk:
    a. mencegah berlangsungnya tindak pidana;
    b. memberikan perlindungan kepada korban;
    c. memberikan pertolongan darurat; dan
    d. membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan.”
  • Pasal 19 UU PKDRT:
    “Kepolisian wajib segera melakukan penyelidikan setelah mengetahui atau menerima laporan tentang terjadinya kekerasan dalam rumah tangga.”

5. Mendampingi Korban ke Tempat Aman
  • Tujuan: Menjauhkan korban dari pelaku untuk mencegah kekerasan lebih lanjut.

Cara:

  • Bantu korban ke rumah aman (misalnya shelter dari lembaga sosial) atau tempat tinggal alternatif sementara, seperti rumah kita, jika aman.
  • Koordinasikan dengan polisi untuk perlindungan sementara.

Dasar Hukum:

  • Pasal 16 ayat (1) UU PKDRT:
    “Dalam waktu 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam terhitung sejak mengetahui atau menerima laporan kekerasan dalam rumah tangga, kepolisian wajib segera memberikan perlindungan sementara pada korban.”
  • Pasal 22 ayat (1) huruf c UU PKDRT:
    “Dalam memberikan pelayanan, pekerja sosial harus meng mengantarkan korban ke rumah aman atau tempat tinggal alternatif.”
hukum kdrt

6. Mendapatkan Perintah Perlindungan dari Pengadilan
  • Tujuan: Memberikan perlindungan hukum jangka panjang bagi korban.

Cara:

  • Bantu korban atau keluarga korban mengajukan permohonan perintah perlindungan ke pengadilan dalam waktu 7 hari setelah laporan ke polisi.
  • Dalam kasus Putusan Nomor 722/PID.SUS/2018/PT SBY, proses hukum berjalan hingga putusan banding, menunjukkan pentingnya pendampingan hingga akhir.

Dasar Hukum:

  • Pasal 28 UU PKDRT:
    “Ketua pengadilan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari sejak diterimanya permohonan wajib mengeluarkan surat penetapan yang berisi perintah perlindungan bagi korban dan anggota keluarga lain, kecuali ada alasan yang patut.”
  • Pasal 32 ayat (1) UU PKDRT:
    “Perintah perlindungan dapat diberikan dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun.”

7. Pendampingan Hukum dan Medis
  • Tujuan: Memastikan korban mendapatkan bantuan hukum dan perawatan medis.

Cara:

  • Hubungi advokat atau lembaga bantuan hukum untuk mendampingi korban dalam proses hukum.
  • Antar korban ke fasilitas kesehatan untuk pemeriksaan medis (contoh: visum et repertum).

Dasar Hukum:

  • Pasal 10 huruf b UU PKDRT:
    “Korban berhak mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis.”
  • Pasal 10 huruf d UU PKDRT:
    “Korban berhak mendapatkan pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

8. Pemulihan dan Rehabilitasi
  • Tujuan: Membantu korban pulih secara fisik dan psikis setelah kejadian.

Cara:

  • Fasilitasi korban untuk mendapatkan konseling dari pekerja sosial atau pembimbing rohani.
  • Dukung korban dalam proses rehabilitasi jangka panjang.

Dasar Hukum:

  • Pasal 39 UU PKDRT:
    “Untuk memulihkan, korban dapat memperoleh pelayanan dari:
    a. tenaga kesehatan;
    b. pekerja sosial;
    c. relawan pendamping; dan/atau
    d. pembimbing rohani.”
  • Pasal 40 ayat (2) UU PKDRT:
    “Dalam hal korban memerlukan perawatan, tenaga kesehatan wajib memulihkan dan merehabilitasi kesehatan korban.”

  1. SUMBER HUKUM UTAMA
  1. UU PKDRT (Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004): Mengatur definisi, larangan, hak korban, kewajiban masyarakat, perlindungan, dan sanksi pidana terkait KDRT.
  2. Putusan Nomor 722/PID.SUS/2018/PT SBY: Contoh kasus nyata dimana terdakwa (suami) dijatuhi pidana penjara 3 bulan 2 hari berdasarkan Pasal 44 ayat (4) UU PKDRT karena melakukan kekerasan fisik ringan terhadap istrinya.
  • Pasal 44 ayat (4) UU PKDRT, berbunyi : 

“Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).”

  1. KESIMPULAN

Simulasi ini memberikan panduan lengkap bagi kita sebagai tetangga untuk menyelamatkan korban KDRT dengan langkah-langkah yang terstruktur dan sesuai hukum. Dengan mengidentifikasi tanda-tanda, memberikan dukungan, melapor ke pihak berwenang, hingga mendampingi proses hukum dan pemulihan. Kita dapat membantu korban mendapatkan perlindungan dan keadilan sebagaimana dijamin oleh UU PKDRT. Kasus seperti Putusan Nomor 722/PID.SUS/2018/PT SBY menegaskan bahwa hukum mendukung upaya ini untuk menegakkan hak asasi manusia dan memelihara keutuhan keluarga yang harmonis.